Minggu, 11 Oktober 2015

Trip to Madakaripura: Menelusuri jejak Gajah Mada di air terjun kebanggaan Jawa

Halo, apa kabar? Ketemu lagi sama saya. Kali ini mau cerita pengalaman jalan-jalan sekalian liputan bareng tim content kantor ke air terjun Madakaripura. Pasti sudah pernah dengar kan, tentang tempat ini?

Iya, benar Madakaripura adalah air terjun tertinggi (200 meter) di Jawa Timur. Letaknya di Kecamatan Lumbang, Probolinggo. Di sini saya cuma pingin bagi-bagi cerita tentang keindahan Madakaripura, legenda, serta mitos yang ada di baliknya. Buat yang pingin baca rute dan tips travelling ke Madakaripura, silakan mampir ke sini.

'Hujan abadi' di Air Terjun Madakaripura. Photo credit: Yudi Suryanto

Sekilas perjalanan ke Madakaripura

Jadi perjalanan kami ke Madakaripura berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 29 Agustus 2015. Ini adalah proyek rangkaian liputan yang ditutup dengan live report Jember Fashion Carnaval. Waktu itu yang berangkat adalah tim content writer, tagging, dan socmed.
Tim MDK Malang berburu foto dan berita di Madakaripura. Photo credit: Bramy Biantoro
Bisa dikatakan perjalanan ke Madakaripura ini medannya tidak sulit. Pemandangan di sepanjang perjalanan menuju lokasi wisata juga bagus.


Pemandangan sebelum mencapai Madakaripura. Photo credit: Tantri Setyorini
Tapi tetap butuh effort lumayan, terutama saat harus naik ke tebing batu yang lumayan curam. Saya nggak bakal menyarankan tempat ini untuk tujuan travelling orang-orang yang gampang kram :)

Kami menyewa jasa 1 guide untuk memudahkan eksplorasi sekaligus sebagai narasumber. Meskipun banyak traveller yang lumayan anti menyewa guide (dari blog-blog mereka yang saya baca), ternyata guide kami sangat membantu, kok.

Warung makan dan penjual jas hujan plastik juga berderet dari gerbang sampai dekat air terjun.

Yang jadi masalah cuma bagaimana menjaga agar kamera kami nggak sampai kena air. Karena cipratan air di air terjun pertama memang cukup deras.

Gerimis abadi di Madakaripura

Satu hal yang istimewa dari air terjun Madakaripura adalah 'hujan abadi'-nya yang cantik. Setiap pengunjung yang datang ke sini bakal kehujanan sampai basah kuyup karena cipratan air. Fenomena ini bisa ditemui di air terjun pertama (bukan air terjun utama).
Sejuknya guyuran air terjun. Photo credit: Tantri Setyorini
Air terjun Madakaripura dari kejauhan. Photo credit: Tantri Setyorini
Air terjun pertama ini bertipe cascade, mengalir dari celah-celah tebing yang ditumbuhi tanaman hijau. Saat debit air melimpah 'hujan'nya benar-benar deras. Rasanya segar menyentuh kulit plus cantik buat difoto. Kamu bakal dapat banyak pelangi di fotomu.
'Hujan abadi' di Air Terjun Madakaripura. Photo credit: Tantri Setyorini
'Hujan abadi' di Air Terjun Madakaripura. Photo credit: Yudi Suryanto
Air terjun utamanya sendiri menurut saya justru biasa saja, tapi jauh lebih tinggi daripada air terjun pertama. Air terjun ini jatuh di kolam biru sedalam 7 meter. Untuk mencapai air terjun utama pengunjung yang tidak bisa berenang harus melewati tebing batu terlebih dahulu.
Ceruk di air terjun utama yang jadi pertapaan Gajah Mada. Photo credit: Tantri Setyorini
Kolam biru sedalam 7 meter. Photo credit: Ovan Zaihnudin

Air keramat sumber kehidupan warga

Kenapa keramat? Karena air Madakaripura dipercaya sebagai air suci, sampai digunakan dalam upacara Kasada Tengger.
Sungai yang bersumber dari air terjun Madakaripura. 
Photo by Tantri Setyorini

Air yang bersumber dari Madakaripura disalurkan dengan pipa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga sekitar. Menurut keterangan Pak Suman, guide kami konon air sumber ini tak bakal habis meskipun daerah lain mengalami kekeringan.

Madakaripura dan Mahapatih Gajah Mada

Madakaripura selalu diidentikkan dengan Gajah Mada. Bisa dibilang ini yang jadi 'nilai jual' Madakaripura selain keindahan air terjunnya. Makanya di pintu masuk menuju air terjun kita sudah disambut patung sang patih yang lagi duduk bersila.
Patung Gajah Mada di gerbang Madakaipura. Photo credit: Tantri Setyorini
Menurut keterangan Pak Suman, kaitan Madakaripura dengan Gajah Mada ini diketahui gara-gara 'sosok' sang patih menampakkan diri saat pemerintah daerah melakukan peninjauan potensi wisata. Setelah ditelusuri, ternyata kitab Negarakertagama menyebutkan kawasan Madakaripura sebagai tanah milik Gajah Mada. Bisa dirunut dari namanya yang berarti 'tempat tinggal terakhir Sang Mada'.

Madakaripura merupakan hadiah dari Hayam Wuruk atas jasa-jasa sang patih bagi Majapahit. Tapi ada teori yang cukup masuk akal di balik tanah hibah dari raja Majapahit ini. Setelah peristiwa Bubat, Gajah Mada dianggap mencoreng nama baik kerajaan. Karirnya mengalami kemunduran. Menurut buku Senjakala Majapahit, pada masa-masa inilah dia mulai memerintah dari Madakaripura. Kalau dilihat dari sini, rasanya cukup masuk akal buat menyimpulkan kalau pemberian Madakaripura merupakan cara halus untuk menyingkirkan Gajah Mada dari pusat pemerintahan.

Di air terjun Madakaripura ini Gajah Mada sering bertapa. Konon lokasi pertapaannya ada dua, ceruk di dekat air terjun utama dan ceruk di atas tebing.
Sampai sekarang ceruk yang ada di dekat air terjun ini masih sering dipakai bertapa oleh para pencari wangsit.

Harimau putih dan Baru Klinting

Ada apa dengan harimau putih? Konon di sini ada sosok harimau putih yang menunggu Madakaripura. Ini menurut keterangan Pak Suhardi, salah satu warga yang 'ikut menjaga' Madakaripura. Pak Suhardi ini juga sempat membantu riset Langit Krisna Hariadi untuk novel Gajah Mada. Sudah baca bukunya?

Beliau memberikan banyak informasi mengejutkan tentang kaitan Gajah Mada remaja dan Madakaripura. Juga tentang sosok harimau putih dan tombak baru klinting legendaris yang katanya tersembunyi di sini.

Boleh percaya atau tidak, karena keterangan beliau memang belum bisa diverifikasi dengan bukti yang meyakinkan. Tapi inti dari tulisan ini memang menampilkan sisi lain dari Madakaripura. Don't you think it's fun when you get something more than just beautiful scenery from your travelling experience?

Premanisme di Madakaripura

Premanisme (dari yang subtle sampai yang terang-terangan) di kawasan wisata sebenarnya bukan hal baru lagi. Hal ini juga bisa ditemui di Madakaripura. Bentuknya ya parkir plus cuci motor yang seringkali 'dipaksakan' oleh sejumlah tukang parkir di sana.

Tanpa ba-bi-bu, motor langsung diguyur seember air dan yang punya dimintai Rp 10.000-Rp 15.000 begitu balik dari air terjun. Maksa, ya? Kata salah satu pemilik warung di sana sebenarnya nggak masalah kalau pengunjung menolak motornya 'dicucikan' dari awal. Nah, yang jadi masalah kalau motornya sudah kadung diguyur lalu si empunya motor menolak bayar karena nggak merasa minta jasa cuci.
Nah, setelah ngelantur ke mana-mana soal Gajah Mada dan premanisme segala, mending saya cut sampai di sini dulu. Kalau mau baca cerita lengkapnya silakan mampir ke sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar